Cool to Visit
Monday, October 6, 2008
Indonesia Will Go Bankrupt Because Of Corruption (ASIA Future Shock)
This was analyzed by Michael Backman in his book ASIA Future Shock.
Here is a review by http://www.palgrave-usa.com/
The transformation of China, India and much of the rest of Asia is seismic. Never has the region changed so much in such a short time. But change means opportunity and risk – big risk. Do you know what to expect? Is your business prepared? Are you ready?
The numbers are staggering:
Within ten years, funds under management in China will grow to at least US$1.5 trillion, 100 million mainland Chinese tourists will pour out of China annually, Singapore will be a major haven for hidden offshore funds, Thai hospitals will be major providers of healthcare in Asia, the Middle East and to under-insured Americans, and shortages of management talent in India and China will be even more acute.
Within 20 years, a billion more people will live in Asia’s cities than do already, China will be a major sophisticated weapons exporter, Malaysia will have almost run out of oil, and divorce and family breakdown will mean that the size of the average Asian household will be substantially smaller.
Within 25 years, Japan’s population will have shrunk by 20 million, there will be 250 million more men than women in India and China, half the world’s nuclear reactors will be in Asia, the world’s biggest community of English speakers will be in China, and Asia-wide water shortages will see big hikes in food prices. Asia Future Shock is designed for corporate strategists and scenario builders, to alert them to these and other major shifts and to identify the opportunities and risks.
Author Bio
MICHAEL BACKMAN is an Author, Business Analyst and Columnist who specializes in Asia and Asian corporate practice. He is the author of the international bestseller, Asian Eclipse: Exposing the Dark Side of Business in Asia, which was named by The Economist as one of the sixteen finest general non-fiction books of the year. He is the co-author of Big in Asia: 25 Strategies for Business Success. He writes several regular newspaper columns on Asian business, has authored numerous articles for The Times of London, International Herald Tribune, Asian Wall Street Journal and the Far Eastern Economic Review and has been quoted on Asian corporate matters in many leading publications around the world including The Wall Street Journal, Washington Post, Time, Newsweek, Fortune and The Economist.
Praise for Asia Future Shock
Michael Backman “really understands why business evolved the way that it did in Asia.”The Economist Michael Backman is “a brilliant writer on regional business strategies.”Australian Financial Review “Backman’s excellent and extensive case studies are aimed at pointing out the pitfalls to foreign investors.”The Independent
Monday, September 22, 2008
After All
Friday, August 29, 2008
Th3 ThirD WinnEr
There are so many experience I've got form the competition. I also have some photos to share. I will give them in the next post. Oh, I'm really happy!!!! :)
This is a little summary of our scientific writing:
RINGKASAN
Rasa nasionalisme masyarakat Indonesia saat ini mengalami ambiguitas, yang pada akhirnya terjadi degradasi nasionalisme. Barbagai fakta bisa dijumpai dari rapuhnya nasionalisme masyarakat Indonesia, di antaranya terjadi konflik dan gerakan separatisme di beberapa daerah. Fakta lain yakni kinerja pemerintah dalam mendukung untuk mengembalikan nasionalisme yang tidak profesional.
Nasionalisme merupakan sebuah aliran yang dimiliki oleh bangsa dalam upaya menjaga keabadian identitas bangsa negara untuk mencapai tujuan bersama-sama. Masyarakat masa lalu (zaman kemerdekaan) menggunakan nasionalisme untuk mencapai “proyak bersama”; yaitu menyatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan merebut kemerdekaan dari kolonial.
Konsep nasionalisme masa lalu inilah yang tidak lagi ditemui saat ini. Karena selain perbedaan atas tujuan nasionalisme itu sendiri, menyatakan bahwa nasionalisme dulu berbeda dengan nasionalisme sekarang, juga terjadi karena momen yang berbeda.
Masyarakat Indonesia seakan terlena dengan pemikiran-pemikiran serta budaya Barat. Beberapa pemikiran dari tokoh Barat justru menggoyahkan nasionalisme masyarakat Indonesia. Selain itu, pengaruh lain datang dari dunia hiburan yang berkembang; kenayataannya film yang berkembang di Indonesia didominasi film-film dari Barat. Film Barat secara tidak langsung mentransfer budaya mereka melaui tokoh-tokoh film, budaya itu sendiri, pemikiran, yang justru akan menghilangkan identitas bangsa Timur.
Melihat fenomena itu, agaknya masyarakat Indonesia membutuhkan sebuah media yang menampilkan teladan atau pemikiran yang nantinya mampu mengembalikan nasionalisme. Untuk mengembalikan nasionalisme, salah satu media seni yang efektif untuk mengembalikan nasionalisme adalah film; tentunya film-film nasional yang mengandung nilai-nilai moral tentang nasionalisme. Karena pada dasarnya, film adalah cerminan masyarakat.
Salah satu film yang mampu menyedot perhatian masyarakat pada tahun 2007 adalah Nagabonar Jadi 2. Film yang sarat akan nilai-nilai moral, religi, kekeluargaan dan bahkan nasionalisme yang dikemas dalam sajian yang ringan, sehingga mampu diterima masyarakat tanpa mengurangi makna yang terkandung di dalamnya.
Eksistensi film di Indonesia merupakan hiburan yang mudah untuk dinikmati oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat membutuhkan hiburan dan media untuk menjangkaunya (bioskop, televisi) tersedia. Masyarakat yang paling besar dalam menikmati film adalah masyarakat khususnya dari kalangan mudah.
Walaupun dunia perfilman di Indonesia mengalami kondisi yang fluktuatif, namun ada sebuah momen di mana film tetap menjadi media seni yang menghibur, yang mampu memberikan sajian audio-visual, dan mudah diterima. Hal yang paling penting dari film dalam mengembalikan rasa nasionalisme masyarakat adalah nilai-nilai moral yang ada di dalamnya.
Film Nagabonar Jadi 2 merupakan cerita tentang seorang Nagabonar sebagai pencopet yang mendapatkan kesempatan menjadi seorang Jenderal di pasukan kemerdekaan Indonesia saat pasukan pendudukan Jepang mundur pada tahun 1945 dan Belanda berusaha kembali menguasai daerah yang ditinggalkan tersebut. Film yang menyedot perhatian masyarakat Indonesia ini mempunyai spesialisasi yang khas, yakni penyajian yang sederhana dan mudah diterima serta menghibur. Dengan spesialisasi ini, film Nagabonar Jadi 2 menjadi suatu media seni (film) yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan moral, khususnya tentang rasa nasionalisme.
Jika melihat film Nagabonar Jadi 2, terdapat nalai moral dari awal hingga akhir: nilai nasionalisme, kekeluargaan, sosiokultural, serta religi. Salah satu petikan adegan film Nagabonar Jadi 2 yang menunjukkan betapa film ini menceritakan nasionalisme adalah ketika Nagabonar hormat di depan patung Prokalmator dan Jendral Soedirman, betapa dia menunjukkan rasa hormatnya kepada pahlawan (walaupun hanya sekadar patungnya).
Melihat betapa esensi dari film mampu memberikan pengaruh yang besar melalui pesan moral di dalamnya, seyogyanya para sineas beserta pemerintah mampu memberikan kebijakan tentang film-film yang beredar di Indonesia. Hal ini merupakan “pekerjaan rumah” bagi para sineas bagaimana menggabungkan tema nasionalisme (tema yang tergolong berat) dengan sajian yang menghibur dan mudah untuk diterima.
Dengan adanya media seni perfilman yang diproduksi oleh sineas dalam negeri yang membawa pesan moral tentang nasionalisme, bangsa Indonesia akan mengetahui sosok yang memberikan inspirasi untuk tetap menjaga keabadian identitas bangsa.